Penjualan BYD Lampaui Toyota di Awal 2025, Selisih Ribuan Unit
16 Mei 2025, 15:00 WIB
Guna mendorong penjualan mobil terkhusus di luar pulau Jawa, pengamat ungkit kembali wacana mobil pedesaan
Oleh Serafina Ophelia
KatadataOTO – Selain pemberian insentif dari pemerintah, ada beberapa langkah lain bisa dilakukan produsen otomotif guna mendongkrak penjualan domestik. Salah satunya adalah memperkenalkan mobil murah, kelasnya ada di bawah LCGC (Low Cost Green Car).
Mundur ke 2017 sempat ada wacana pengembangan mobil pedesaan disesuaikan kebutuhan konsumen luar pulau Jawa. Beberapa unitnya dipamerkan di gelaran IIMS 2017 (Indonesia International Motor Show).
Mobil pedesaan harus merupakan buatan Indonesia, dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan transportasi masyarakat khususnya konsumen di sektor pertanian dan perkebunan.
Prototipe yang dikembangkan oleh Kemenperin (Kementerian Perindustrian) beberapa tahun silam juga menjadi wadah tenaga kerja dalam negeri ikut ambil bagian membangun mobil pedesaan.
Bicara soal harga saat itu nilainya sekitar Rp 50 juta sampai Rp 70 juta, diklaim relatif terjangkau buat konsumen sasaran di kawasan pedesaan.
Hanya saja saat ini yang sukses terealisasikan adalah program insentif LCGC (Low Cost Green Car). Kebijakan itu dinilai berhasil mendorong penjualan karena tawarkan lini mobil dengan banderol di bawah Rp 200 jutaan.
Namun keberadaan mobil murah yang harganya jauh lebih terjangkau masih tetap dibutuhkan, jika pemerintah ingin mendongkrak angka penjualan mobil domestik.
Apalagi melihat animo di daerah cukup tinggi, terlihat dari rasio kepemilikan berdasarkan hasil riset LPEM UI (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia).
Riyanto, Pengamat Otomotif LPEM UI menjelaskan mobil murah bisa jadi satu inovasi produsen untuk tawarkan lebih banyak lini kendaraan pembeli di luar pulau Jawa.
Menurut dia fitur-fitur pada mobil keluaran teranyar sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan oleh masyarakat daerah, mayoritas pergerakannya di area pedesaan ataupun perkebunan seperti di kawasan Sumatera.
"Kira-kira kalau masyarakat di desa kita pakai atau tidak? Jadi di pedesaan itu paling sederhana misal perkebunan, sepertinya tidak perlu fitur sedikit-sedikit berbunyi," kata Riyanto saat ditemui di kantor Kemenperin beberapa waktu lalu.
Riyanto menegaskan pentingnya penting buat produsen otomotif menyediakan suatu lini kendaraan didesain untuk kebutuhan masyarakat daerah yang masih perlu mobil untuk mobilitas sehari-hari.
Konsumen kelompok atau kelas menengah ke atas dinilai masih mampu untuk membeli. Namun model tersebut tidak dapat menjangkau kelas di bawahnya.
"Sinyal, peringatan atau alarm tabrakan menambah (harga jual) mobil lumayan. Kalau tidak salah seperti Honda BR-V itu Rp 25 juta nilainya," ungkap Riyanto menutup perkataannya.
Artikel Terpopuler
1
2
3
4
5
Artikel Terkait
16 Mei 2025, 15:00 WIB
15 Mei 2025, 08:00 WIB
14 Mei 2025, 10:00 WIB
14 Mei 2025, 09:00 WIB
14 Mei 2025, 07:00 WIB
Terkini
18 Mei 2025, 21:00 WIB
Motul 300V yang dikembangkan dari dunia balap, diluncurkan di sirkuit Mandalika, Lombok Nusa Tenggara Barat
18 Mei 2025, 19:03 WIB
IMX Surabaya 2025 siap diselenggarakan untuk mendukung dunia modifikasi di kota Pahlawan yang terus berkembang
18 Mei 2025, 18:00 WIB
Rangkaian acara Daihatsu Kumpul Sahabat dimulai di Tangerang buat pertama kalinya, diramaikan beragam UMKM
18 Mei 2025, 16:23 WIB
Banyak merek Cina meramaikan pasar otomotif RI, namun Mitsubishi mengaku penjualannya belum terganggu
18 Mei 2025, 14:00 WIB
Ahmad Luthfi ingin para pemilik mobil dan motor di Jateng tidak lagi menunggak pajak kendaraan di 2026
18 Mei 2025, 12:00 WIB
Kinerja oli Yamalube Turbo Matic diuji selama touring bersama JMC dari Cibinong sampai Bandung, Jawa Barat
18 Mei 2025, 10:00 WIB
BYD Seal bekas kini sudah tersedia di pasaran dengan harga yang lebih terjangkau dibandingkan unit baru
18 Mei 2025, 07:06 WIB
Mitsubishi Xpander bekas lansiran 2022 bisa menjadi pilihan menarik untuk masyarakat karena harganya terjangkau