Wholesales Mobil Listrik Oktober 2025, Tembus 13 Ribu Unit
14 November 2025, 13:00 WIB
Aletra menilai dengan menerapkan perang harga, justru akan membawa dampak buruk bagi sebuah produsen EV
Oleh Satrio Adhy
KatadataOTO – Banyak cara dilakukan untuk menggaet konsumen. Salah satunya dengan menerapkan perang harga.
Biasanya strategi tersebut diterapkan oleh para pabrikan mobil listrik yang memasarkan produk di Indonesia.
Banyak produsen Electric Vehicle (EV) membanting banderol produk mereka demi menggoda konsumen di dalam negeri.
Akan tetapi Aletra Mobil Nusantara mengaku enggan ikut terseret praktik perang harga yang ada di Indonesia.
"Kita usahan tidak (ikut perang harga), makanya kami tidak bermain di segmen yang di bawahnya itu lagi," ungkap Reinhard Jacobus, General Manager Executive Aletra di Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Reinhard mengungkapkan Altera tidak berminat untuk berkompetisi di tempat yang sama dengan para produsen mobil listrik lain.
Produsen satu ini mengaku ingin bermain di tempat lain dengan peluang lebih besar, yakni fleet sales.
Ia tidak menungkiri perang harga bisa menguntungkan para konsumen. Namun turut membawa dampak degatif bagi sebuah brand.
"Bagi kita yang punya brand justru orang jadi kurang percaya," Riendard menuturkan.
Petingi Aletra ini menjelaskan kalau sampai ada penurunan harga, konsumen justru jadi berpikir dua kali ketika ingin memboyong EV.
Dengan begitu kepercayaan calon pembeli mobil listrik merosot. Jadi mereka akan lebih ragu memboyong EV.
"(Dampak perang harga) mereka jadi makin antipati kembali dengan penggunaan mobil listrik," tegas Reinhard.
Lebih jauh dia menuturkan kalau Aletra selalu fokus menjaga kepercayaan para calon pembeli kendaraan roda empat setrum.
Seperti contoh dengan memberikan resale value serta menjaga nilai jual kembali kendaraan konsumen.
"Karena kita melakukan research and development. Kita memikirkan bagaimana karakter orang Indonesia," pungkas dia.
Seperti diberitakan KatadataOTO sebelumnya, perang harga mobil Cina disebut sudah mulai menunjukkan dampak negatif.
Salah satunya adalah penurunan kualitas mobil bermesin bensin. Ini terjadi karena persaingan harga semakin panas.
Membuat banyak manufaktur terpaksa mengurangi pengeluaran ekstra seperti biaya produksi.
Sementara di 2025, China Initial Quality Study menunjukkan ada 229 masalah per 100 unit kendaraan dilaporkan bermasalah oleh para pemilik. Angka tersebut naik 17 dari perolehan di 2024.
“Performa IQS mobil bermesin bensin mengalami penurunan year-on-year yang nyata,” kata Elvis Yang, General Manager Auto Product Practice JD Power dikutip dari China Daily.
IQS sendiri adalah Initial Quality Study, survey yang menunjukkan secara gamblang seberapa baik kualitas suatu kendaraan.
Artikel Terpopuler
1
2
3
4
5
Artikel Terkait
14 November 2025, 13:00 WIB
13 November 2025, 10:00 WIB
13 November 2025, 09:00 WIB
13 November 2025, 07:00 WIB
12 November 2025, 20:00 WIB
Terkini
14 November 2025, 13:00 WIB
BYD Atto 1 paling banyak memberikan kontribusi, mendongkrak wholesales mobil listrik sepanjang Oktober 2025
14 November 2025, 12:00 WIB
Kepolisian bakal menggelar Operasi Zebra 2025 dengan beberapa pelanggaran yang menjadi fokus pada kali ini
14 November 2025, 11:00 WIB
GMA Indonesia kembali menelurkan inovasi terbarunya yakni JPA X Vision yang disematkan pada Yamaha Xmax
14 November 2025, 10:00 WIB
Pengamat menilai secara matematis target penjualan mobil 900 ribu unit tidak bisa tercapai tahun ini
14 November 2025, 09:00 WIB
Para pabrikan tidak boleh berharap banyak dengan penyelenggaraan GJAW 2025 buat menggairahkan pasar mobil baru
14 November 2025, 08:00 WIB
Penjualan truk Oktober 2025 berhasil mengalami pertumbuhan bila dibandingkan pencapaian di bulan lalu
14 November 2025, 07:00 WIB
Penjualan mobil pikap Oktober 2025 di Indonesia berhasil mencatat angka tertinggi dalam 10 bulan terakhir
14 November 2025, 06:00 WIB
Beberapa hari sebelum akhir pekan, SIM keliling Bandung bisa ditemui di dua lokasi oleh para pengendara