Cina Rancang Aturan Baru soal Keamanan Baterai Mobil Listrik
29 Desember 2025, 14:13 WIB
Aletra menilai dengan menerapkan perang harga, justru akan membawa dampak buruk bagi sebuah produsen EV
Oleh Satrio Adhy
KatadataOTO – Banyak cara dilakukan untuk menggaet konsumen. Salah satunya dengan menerapkan perang harga.
Biasanya strategi tersebut diterapkan oleh para pabrikan mobil listrik yang memasarkan produk di Indonesia.
Banyak produsen Electric Vehicle (EV) membanting banderol produk mereka demi menggoda konsumen di dalam negeri.
Akan tetapi Aletra Mobil Nusantara mengaku enggan ikut terseret praktik perang harga yang ada di Indonesia.
"Kita usahan tidak (ikut perang harga), makanya kami tidak bermain di segmen yang di bawahnya itu lagi," ungkap Reinhard Jacobus, General Manager Executive Aletra di Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Reinhard mengungkapkan Altera tidak berminat untuk berkompetisi di tempat yang sama dengan para produsen mobil listrik lain.
Produsen satu ini mengaku ingin bermain di tempat lain dengan peluang lebih besar, yakni fleet sales.
Ia tidak menungkiri perang harga bisa menguntungkan para konsumen. Namun turut membawa dampak degatif bagi sebuah brand.
"Bagi kita yang punya brand justru orang jadi kurang percaya," Riendard menuturkan.
Petingi Aletra ini menjelaskan kalau sampai ada penurunan harga, konsumen justru jadi berpikir dua kali ketika ingin memboyong EV.
Dengan begitu kepercayaan calon pembeli mobil listrik merosot. Jadi mereka akan lebih ragu memboyong EV.
"(Dampak perang harga) mereka jadi makin antipati kembali dengan penggunaan mobil listrik," tegas Reinhard.
Lebih jauh dia menuturkan kalau Aletra selalu fokus menjaga kepercayaan para calon pembeli kendaraan roda empat setrum.
Seperti contoh dengan memberikan resale value serta menjaga nilai jual kembali kendaraan konsumen.
"Karena kita melakukan research and development. Kita memikirkan bagaimana karakter orang Indonesia," pungkas dia.
Seperti diberitakan KatadataOTO sebelumnya, perang harga mobil Cina disebut sudah mulai menunjukkan dampak negatif.
Salah satunya adalah penurunan kualitas mobil bermesin bensin. Ini terjadi karena persaingan harga semakin panas.
Membuat banyak manufaktur terpaksa mengurangi pengeluaran ekstra seperti biaya produksi.
Sementara di 2025, China Initial Quality Study menunjukkan ada 229 masalah per 100 unit kendaraan dilaporkan bermasalah oleh para pemilik. Angka tersebut naik 17 dari perolehan di 2024.
“Performa IQS mobil bermesin bensin mengalami penurunan year-on-year yang nyata,” kata Elvis Yang, General Manager Auto Product Practice JD Power dikutip dari China Daily.
IQS sendiri adalah Initial Quality Study, survey yang menunjukkan secara gamblang seberapa baik kualitas suatu kendaraan.
Artikel Terpopuler
1
2
3
4
5
Artikel Terkait
29 Desember 2025, 14:13 WIB
29 Desember 2025, 10:00 WIB
28 Desember 2025, 11:00 WIB
27 Desember 2025, 07:00 WIB
26 Desember 2025, 13:00 WIB
Terkini
29 Desember 2025, 14:13 WIB
Ditetapkan secara nasional di Cina, manufaktur wajib pastikan baterai mobil listrik tak bisa terbakar atau meledak
29 Desember 2025, 13:00 WIB
Dua sopir bus Damri tertangkap kamera melalukan aksi tidak terpuji, bahkan sampai membahayakan pengemudi lain
29 Desember 2025, 12:14 WIB
Model-model MPV dan LCGC masih tetap dicari konsumen mobil bekas, rentang harganya Rp 100 juta-Rp 300 jutaan
29 Desember 2025, 11:00 WIB
Menurut Mitsubishi Fuso ada beberapa kendala yang menghambat kinerja penjualan kendaraan niaga pada 2025
29 Desember 2025, 10:00 WIB
Harga kompetitif dan desain eksterior boxy bakal jadi faktor penting buat konsumen mobil listrik di 2026
29 Desember 2025, 09:00 WIB
Terdapat banyak pilihan produk pada segmen motor bebek, seperti contoh TVS LX100 dengan banderol kompetitif
29 Desember 2025, 08:00 WIB
Penyekatan kendaraan pada Car Free Night Puncak akan dilakukan sejak sore dan diawasi oleh puluhan petugas
29 Desember 2025, 07:00 WIB
Pabrikan mobil Cina sepakat kembangkan teknologi baru pada sistem pencahayaan agar bisa terhubung satu sama lain